Ini Tanggapan Balik dari HIZBUT TAHRIR INDONESIA (HTI) Cirebon Soal FITNAH HTI ANTI PANCASILA

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Cirebon memberikan klarifikasi soal tuduhan ormas yang menganggap HTI anti Pancasila, dan tidak layak untuk berada di Indonesia. Melalui siaran persnya yang dikirim ke redaksi radarcirebon.com, Ketua HTI Kota Cirebon Abdullah Sukarto SE menyampaikan 8 poin sebagai berikut:



1. Kami sampaikan bahwa tuduhan bahwa HTI mengancam NKRI dan Pancasila sama sekali tidak benar, tidak punya dasar, bahkan dapat dikatakan fitnah. Kampanye Islam Rahmatan Lil’alamin, kegiatan Muktamar Tokoh Umat (MTU) yang kami lakukan justeru untuk menjadikan Indonesia lebih baik.


2. Yang anti Pancasila dan NKRI justeru mereka yang menjual aset dan kekayaan negara pada asing dan aseng, kelompok separatis yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Selama ini yang HTI lakukan adalah mengedukasi umat agar paham bahwa kita sedang terancam oleh kapitalisme dan liberalisme.


3. HTI tidak pernah berhadap-hadapan dengan Pancasila, yang HTI peringatkan ke umat adalah bahaya kapitalisme dan neoliberlisme yang sudah mencengkeram bangsa ini.


4. Terkait kesatuan negara, sikap HTI mengharamkan negara muslim terpecah belah, kita memandang perlunya kesatuan sejati yang berlandaskan aqidah yang konsekuensinya wilayah bukan berkurang, malah dapat menyatukan negeri-negeri lainnya, termasuk Timor Leste yang dulu wilayah kita.


5. Dalam keyakinan kami Islam rahmatan lil’alamin akan terwujud jika umat kembali pada aturan Allah SWT, pada penegakan syariah dan khilafah, bukan dengan penerapan kapitalisme seperti yang kita jalankan saat ini.


6. Menyerukan kepada semua pihak agar berhati-hati dari berbagai upaya memecah belah umat, jika terdapat perbedaan mari selesaikan dengan cara dialog dan musyawarah sebagai tuntunan syara dam urf orang timur yang bijak, santun dan menghindari cara-cara kekerasan.


7. Cara-cara pemaksaan, ancaman dan kekerasan sama saja mengoyak ukhuwah persatuan dan perdamaian. Kondisi kondusif yang selama ini terjalin jangan sampai ternoda oleh kesalahpahaman.


8. Terkait dengan pelaksanaan Muktamar Tokoh Umat (MTU) Cirebon tanggal 1 Mei 2016, kami sangat terbuka untuk berdiskusi dan berdialog. Jika dialog ditutup bagaimana HTI bisa mengklarifikasi? Karena itu kami minta jaminan keamanan dari pihak yang berwajib, karena cara-cara kasar dengan pembubaran seharusnya dihilangkan karena justru tindakan provokasilah yang akan menimbulkan konflik di tengah masyarakat. (red) 

8 Kemaslahatan Ketika Syariah Diterapkan Kaaffah dalam Khilafah

Kemaslahatan ialah diperolehnya kemanfaatan, dan hilangnya kerusakan dengan memelihara 8 hal mendasar, meliputi:

1. TERPELIHARANYA AGAMA [hifzh ad-dîn]: Negara menjamin hak beragama tiap rakyatnya, khususnya menjaga aqidah umat Islam dengan menindak tegas kemurtadan dan penistaan Islam.

2. TERPELIHARANYA HARTA [hifzh al-mâl]: Negara menjaga harta semua warganya dan menghukum siapapun yang melanggar hak orang lain dengan hukum potong tangan atau ta’zir.

3. TERPELIHARANYA JIWA [hifzh an-nafs]: Negara menjamin keamanan jiwa tiap warganya. Hukuman terhadap pelanggarnya adalah diyat atau qishash.

4. TERPELIHARANYA AKAL [hifzh al-‘aql]: Negara menjaga akal setiap warganya dengan mengharamkan produksi, konsumsi, dan distribusi segala yang merusak akal seperti khamer, narkoba dan sejenisnya.

5. TERPELIHARANYA KETURUNAN [hifzh an-nasl]: Negara menjaga keturunan tiap warganya dengan mengharamkan zina, sodomi & LGBT, dan memudahkan pernikahan. Jika dilanggar sanksinya bisa berupa dicambuk atau dibunuh.

6. TERPELIHARANYA KEHORMATAN [hifzh al-karâmah]: Negara menjaga kehormatan tiap warganya agar tidak ada tuduhan, kecuali dengan bukti kuat sesuai syariat. Jika terjadi pelanggaran, maka sanksinya berupa had atau ta’zîr.

7. TERPELIHARANYA KEAMANAN [hifzh al-karamah]: Negara menjamin keamanan individu, masyarakat dan negara dari segala bentuk teror, ancaman dan intimidasi, pelakunya akan diberi sanksi yang keras.

8. TERPELIHARANYA NEGARA [hifzh ad-daulah]: Negara menjaga kedaulatan dan stabilitas keamanan dalam negeri dengan mengharamkan pemberontakan dan pemisahan diri dari negara. Pelakunya akan dikenai sanksi yang keras.

Muktamar Tokoh Umat 1437H (#MTU1437H) adalah salah satu upaya Hizbut Tahrir Indonesia untuk menyatukan umat Islam dalam mengembalikan kemaslahatan-kemaslahatan tersebut. Acara ini akan diselenggarakan di 60 titik kabupaten dan kota seluruh Indonesia. Di Jakarta, perhelatan ini dilaksanakan di Balai Sudirman, Sabtu, 23 April 2016.

Mari kita berdoa agar Allah Ta'ala memberi kelancaran.

Khutbah Jumat: Salah Sikap, Rahmat Terasa Bagai Bencana

oleh Ustadz M.Taufik Nusa T
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ

Dan tiadalah Kami mengutuskan engkau (wahai Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam. (QS. Al Anbiya: 107)
Imam Al Baidlôwi (w. 685 H) dalam tafsirnya menjelaskan

لِأَنَّ مَا بُعِثْتَ بِهِ سَبَبٌ لِإِسْعَادِهِمْ وَمُوْجِبُ لِصَلاَحِ مَعَاشِهِمْ وَمَعَادِهِمْ

Karena sesungguhnya apa-apa (syari’at) yang engkau (Muhammad saw) diutus dengannya adalah sebab bagi kebahagiaan dan kebaikan kehidupan (dunia) mereka dan kebaikan tempat kembali (akhirat) mereka[1].
Jika memang risalah yang dibawa Nabi Muhammad saw adalah sebab dari segala kebaikan dan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, lalu mengapa sebagian manusia justru merasa ketakutan dengan rahmat-Nya ini, menganggapnya membahayakan kehidupan sehingga tidak layak diterapkan? Setidaknya ada dua sebab yang menjadikan mengapa ini bisa terjadi.

Kisah Mengharukan Sahabat Umar: Tiada Kemuliaan Kecuali dengan Islam



Di tanah kelahiran Isa Al Masih, Abu Ubaidah bin Al Jarrah yang bersanding dengan Pedang Allah – Khalid bin Walid, kini telah berada di atas angin. Gemerlap Baitul Maqdis tunduk menyerah dengan suka rela setelah pertempuran beberapa waktu lamanya. Patriarch Sophronius uskup teragung Yerusalem mulai membuka lisannya. “Akan tetapi kunci kota hanya sudi kami serahkan langsung ke tangan pemimpin kalian, Amirul Mukminin, amirnya orang-orang beriman.”

Telah sampai kabar itu kepada Umar bin Khattab radhiallahu 'anhu. Ditemani seorang budaknya maka ia bergegas mengendarai unta putihnya meninggalkan Madinah. Tiada kemewahan dan pengawalan. Hanya balutan pakaian lusuh penuh tambalan, baju keseharian yang biasa ia kenakan. Nyaris tak ada beda antara majikan dengan pelayan. Satu unta, dua pengendara.

Perjalanan jauh nan melelahkan. Terik terhambur, debu bertebaran. Surat Yasin yang tak henti membasahi bibirnya, bak penyegar di tengah terpaan terik gurun nan membakar. Sehabisnya, posisi wajib bergantian. Penuntun jadi penunggang, penunggang jadi penuntun, betapa indah.

Hingga tampak di hadapan Umar megahnya Yerusalem. Getir ia berujar, “Katakanlah (Hai Muhammad): Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki, dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Ali Imran: 26)

Sorak-sorai kaum muslimin menyambut kedatangan Umar bin Khattab, membuat penduduk Yerusalem menelisik lebih seksama. Yang mereka dapati hanya dua musafir yang kotor dan satu ekor unta. Belum habis keheranan itu, dua orang itu pun sampai di hadapan mereka. Mereka sambut dengan takzim si pengendara, menunduk hormat kepadanya.

“Angkat kepala kalian. Sesungguhnya kalian tidak perlu menunduk dan memuja kecuali hanya kepada Allah!”, sahut sang penuntun memecah. Terperanjat warga dan pembesar Yerusalem mendengar kalimat itu. Namun mereka juga tersipu malu saat menyadari bahwa ternyata pemimpinnya, Umar bin Khattab, penguasa tiga benua itu, adalah sosok sederhana penuntun untanya, bukan yang mengendara. Mereka kagum bukan kepalang, kian ingin menghormat andai tak Umar larang.

Wajah Umar memerah, dia pun tampak geram. Bukan karena salahnya sambutan. Akan tetapi matanya tertuju kepada barisan kaum muslimin yang kini tampak mewah dengan kain wol. Gagah dengan harta. Kian elegan, kian indah, kian menawan di mata manusia.

“Dunia rupanya telah mengubah kalian”, Umar menggeleng. “Bukan ini…bukan ini...bukan disini letak kemuliaan!”, sambungnya. “Akan tetapi ketahuilah…”

Simak, Umar memberikan pelajaran berharga bagi mereka, bagi kita, dan bagi generasi Islam berikutnya.

“Sesungguhnya kita dahulu adalah kaum yang hina, kemudian Allah muliakan dengan Islam. Maka jika kita mencari kemulian selain daripadanya, niscaya Allah akan kembali menghinakan kita”

(erka/erteka)

Sinergi HTI dengan Umat Tuntaskan Dekadensi Moral

Sinergi HTI dengan Umat Tuntaskan Dekadensi Moral
HTI Press, Tangsel. Rabu pagi (06/04) Tak kurang dari tujuh puluhan tokoh Kota Tangsel dari berbagai kalangan memenuhi Resto Kampung Anggrek di Buaran – Setu (Sekitar Kawasan BSD). Kalangan tokoh yang hadir di antaranya berasal dari  jajaran dinas pemerintah kota Tangerang Selatan, Kepolisian, TNI,  politikus, aktivis LSM, kalangan intelektual, aktivis pendidikan, pengusaha, pemerhati anak dan perempuan, tokoh agama, insan media, dan penggerak masyarakat.

Dengan mengambil tema, “Sinergi Komponen Umat Tuntaskan Dekadensi Moral Dengan Islam”, Ketua  DPD II HTI Kota Tangsel Muhammad Al-Fakkar, menyatakan bahwa acara ini merupakan upaya dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Daerah Tangerang Selatan untuk mendorong berbagai komponen masyarakat agar menjadikan Islam sebagai solusi atas berbagai bentuk dekadensi moral yang terjadi di masyarakat. Upaya ini tentu tidak mudah, oleh karena itulah perlu adanya forum bersama tokoh umat untuk bisa saling sharing, diskusi, dan mensinergikan seluruh kekuatan umat agar bisa kontinyu menuntaskan persoalan tersebut dengan Islam. Sangat diperlukan pengokohan iman individu, meningkatkan kontrol masyarakat, dan mengingatkan peran pemerintah yang mempunyai porsi terbesar.

Hadir sebagai narasumber, Hadi Prasetyo, S.Si., M.M., pengamat sosial dan praktisi pendidikan sekaligus Ketua Lajnah Dakwah Sekolah DPD II Kota Tangsel dan DR. Ir. H. Muhammad Rahmat Kurnia, M.Si., Ketua DPP Tahrir Indonesia. Diawali pemutaran film berjudul “Problematika Umat Di Tangsel” yang kemudian dilanjutkan paparan materi oleh Hadi Prasetyo tentang “Mengetuk Sebuah Kepedulian”. Materi yang menggambarkan berbagai dekadensi moral yang tengah melanda masyarakat Indonesia umumnya dan Kota Tangsel khususnya. Mulai dari kasus kriminalitas, narkoba, pergaulan bebas, korupsi, tawuran pelajar, penyimpangan seksual (LGBT). Tentu hal ini bertolak belakang dengan jargon Kota Tangsel sebagai kota yang cerdas, modern, dan religius. Fakta keberhasilan Kota Tangsel juga banyak, tetapi belum menyentuh akar persoalan. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi individu yang lemah iman, hedonis materialistik, stress dan mudah galau. Masyarakat sendiri permisif dengan budaya asing yang tidak Islami dan materialistik. Sedangkan negara belum bisa berperan banyak dengan sistem sekuler kapitalistik yang menjadi acuannya.

Agenda temu tokoh dan diskusi terbatas ini merupakan rangkaian agenda kampanye Islam Rahmatan Lil ‘alamin, yang sering dipahami secara salah, di antaranya ada yang menjadikan konsep Islam moderat sebagai wujud Islam Rahmatan Lil ‘alamin. Padahal wujud Islam Rahmatan Lil ‘alamin adalah ketika Islam ditetapkan secara menyeluruh (kaffah) dalam naungan Khilafah Islamiyah.

Didahului dengan pemutaran film kedua yang menggambarkan bagaimana bila sistem Islam diterapkan secara sempurna akan memberikan kemaslahatan, Muhammad Rahmat Kurnia memaparkan bagaimana solusi tuntas dari peliknya dekadensi moral ini. Persoalan dekadensi moral bukan hanya terjadi di Tangsel tapi dimana-mana. Hal ini terjadi karena tiga faktor yang ada dalam masyarakat yaitu pemikiran, perasaan, dan peraturan tidak mampu mewujudkan suatu tatanan masyarakat modern dan beradab. Hal ini dikarenakan  sistem yang diterapkan, sosialis maupun kapitalis, terbukti gagal. Disinilah urgensi Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang shahih karena berasal dari Allah menjadi pemecah atas seluruh persoalan. Yang kebaikannya disebut rahmatan lil ‘alamin. Baik untuk orang muslim sendiri maupun untuk non muslim. Kebaikan ini mengharuskan penerapan Islam yang utuh. Institusi satu-satunya penerap Islam yang utuh adalah khilafah.

Acara dilanjutkan dengan sesi diskusi dan pernyataan testimoni. Kapolres Kota Tangsel, AKBP Ayi Supardaln, menyatakan setuju dengan fakta dekadensi moral yang terjadi. Perbaikannya memang memerlukan kerjasama seluruh elemen masyarakat. Kapolres juga mengapresiasi kegiatan HTI yang selalu dilakukan dengan tertib.

Sedangkan pesan moral dari salah satu tokoh Kota Tangsel, DR. Mawardi, M.Sc., dengan mengutip hadits Rasulullah bahwa jika perbuatan keji / fahisyah dilakukan oleh suatu kaum secara terang-terangan maka Allah akan mendatangkan musibah penyakit yang tidak ada obatnya.

Meskipun cuaca cukup panas namun pernyataan, pertanyaan, dan diskusi tetap berjalan semangat dan penuh keakraban. Baik dari kalangan bapak-bapak maupun ibu-ibu. Di antaranya ketua DDII Kota Tangsel, Hasanuddin, mengingatkan adanya potensi konflik internal di dalam masyarakat, terutama seputar pendirian tempat ibadah. Karenanya perlu ditegakkan aturannya.

Acara temu tokoh Kota Tangsel pun diakhiri dengan ramah tamah dan makan siang bersama.[]MI Jakarta

Tsaqafah Islam

More » More »

Seputar Khilafah

More »

Analisis

More » More »

Tanya-Jawab

More »