Islam Itu Indah


Estetika, sebuah kata purba “aisthetikos” yang mewakili keindahan atau kemenarikkan terhadap sesuatu. Bila keindahan sebuah lukisan terletak pada goresan dan susunan warnanya, bila keindahan sebuah sastra terletak pada makna dan komposisi katanya, bila keindahan sebuah lagu terletak pada harmoni dan susunan nadanya, maka sungguh manusia akan bersilang pendapat dan mustahil mendapat kata sepakat atas karya lukis, sastra, dan musik, manakah yang paling indah. Ya, memang begitulah adanya. Perjalanan sejarah berbicara, sejak zaman filusuf Yunani kuno, juga para ilmuwan, serta para estetikus modern sekalipun, hingga detik ini tak pernah menemukan ukuran baku akan keindahan itu. Sebab keindahan sebuah karya manusia merupakan buah dari penerjemahan selera individual manusia.

Kalau keindahan bersumber dari selera maka akan menggiring kepada konsekuensi logis bahwa “segala klaim keindahan hanyalah bersifat relatif, termasuk Islam”. Lantas bagaimana dengan keindahan Islam? Dimana letak keindahan Islam? Akankah keindahannya hanya bersifat relatif?

Lebih dari semua itu, Islam adalah sebuah panduan hidup diantara ragam panduan hidup lainnya. Terlalu ceroboh dan tanda pendeknya akal bila menilai panduan hidup di dasarkan pada selera. Sebab diantara beragam panduan hidup, panduan yang terpilih itulah yang akan menentukan hidup-matimu dan kehidupan setelah matimu. Nasib jiwamu yang mengabadi telalu beresiko jika hanya kau serahkan pada ketertarikan selera.

Islam dicipta dari sisi Sang Pencipta, tidakkan sama antara karya cipta manusia dengan karya penciptanya manusia. Maka Islam itu indah bersebab kebenarannya, bukan selera manusia. Bukan arsiran, atau, lurus dan lengkungnya garis yang membuat Islam indah, akan tetapi “ih dinashiratal mustaqiim”, jalan lurus yang dijanjikan oleh Islam. Bukan rima atau majas yang membuat melayang, yang menjadikan Islam indah, akan tetapi kebenaran makna dari “Qalallah wa qalla rasul”, kebenaran dari apa-apa yang disampaikan oleh Allah dan Rasulullah. Bukan melodi dan hentakan ritmis yang membuat Islam indah, akan tetapi “Sabbaha lillahi maa fissamaawati wamaa fil ard”, kesatuan sinergi dengan semesta, antara langit dan bumi, antara manusia dengan Pencipta, yang dengannya akan mengantarkan jiwa-jiwa manusia pada keselarasan dunia dan akhirat, pada keharmonisan “dari mana, untuk apa, dan akan kemana”.

Ridwan Kholid A


EmoticonEmoticon