Imam Abu Laits (w.373 H)[i]
dalam Tanbîhul Ghâfilîn, menceritakan bahwa ketika Umar bin Al Khattab
r.a menjabat sebagai Khalifah/kepala negara, suatu malam beliau melakukan
ronda, kemudian ia melewati sekelompok orang yang baru datang dari perjalanan
jauh, beliau khawatir kalau ada yang mencuri barang-barang mereka, segera ia
mendatangi sahabatnya, Abdurahman bin Auf r.a. “Ada apa engkau datang pada
malam seperti ini wahai amirul mukminin?” tanya Abdurahman bin Auf, dan
Umar r.a menjawab,
مَرَرْتُ
بِرِفْقَةٍ قَدْ نَزَلَتْ، فَحَدَّثَتْنِي نَفْسِي أَنَّهُمْ إِذَا بَاتُوا
نَامُوا، فَخَشِيتُ عَلَيْهِمُ السَّرِقَةَ، فَانْطَلِقْ بِنَا نَحْرُسْهُمْ
“Aku
melewati serombongan orang yang baru saja datang, dan aku berfikir jika mereka
bermalam meraka akan tidur, maka aku khawatir ada pencurian. Oleh sebab itu
mari kita menjaga mereka”.
Maka
keduanya duduk didekat mereka dan menjaga mereka hingga menjelang pagi hari.
Ketika waktu subuh tiba umar berseru
يَا أَهْلَ
الرِّفْقَةِ الصَّلَاةَ الصَّلَاةَ
“Wahai
anggota rombongan, shalatlah, shalatlah”.
Amirul
mukminin berulang-ulang mengucap itu, sampai ketika beliau berdua melihat
mereka bergerak (terbangun) beliau berdua meninggalkan rombongan tersebut.
Diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib r.a, beliau berkata: “aku melihat Umar r.a pagi-pagi
sudah di pelana unta di Abthah, aku pun berkata:
يَا أَمِيرَ
الْمُؤْمِنِينَ أَيْنَ تَصِيرُ؟
“Hai Amirul
Mukminin, engkau hendak kemana”.
Ia menjawab:
بَعِيرٌ
نَدَّ مِنَ الصَّدَقَةِ فَأَنَا أَطْلُبُهُ.
“Unta
(hasil) zakat telah lepas maka aku mau mencarinya”.
Aku pun
berkata:
لَقَدْ
أَذْلَلْتَ الْخُلَفَاءَ مِنْ بَعْدِكَ.
“Sungguh
engkau telah membuat rendah khalifah-khalifah sesudah engkau”. (maksudnya tidak pantas seorang
kepala negara mengejar unta sendiri)
Dia
menjawab:
لَا
تَلُمْنِي يَا أَبَا الْحَسَنِ، فَوَالَّذِي بَعَثَ مُحَمَّدًا صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِالنُّبُوَّةِ لَوْ أَنَّ عَنَاقًا ذَهَبَ بِشَاطِئِ
الْفُرَاتِ، لَأُوخِذَ بِهَا عُمَرُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِأَنَّهُ لَا حُرْمَةَ
لِوَالٍ ضَيَّعَ الْمُسْلِمِينَ وَلَا لِفَاسِقٍ رَوَّعَ الْمُؤْمِنِينَ
“Engkau
mencelaku wahai Abul Hasan; demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad SAW dengan
kenabian, andaikan ada anak domba (zakat) pergi (hilang) di tepi sungai Furat,
pasti Umar akan dihukum karena hal tersebut pada hari kiamat, sebab tiada
kehormatan bagi seorang penguasa yang menyia-nyiakan sesama muslim, juga tidak
juga bagi orang fasik yang meresahkan orang-orang mukmin”.
***
Kalau
khalifah ‘Umar begitu begitu takut jika ada satu anak kambing milik rakyat yang
hilang, kiamat seolah-olah datang dan beliau merasa akan segera diadili
atas kelalaiannya menyelamatkan harta rakyat, saat ini, saat aturan Allah
diabaikan, kita melihat bukan hanya anak kambing yang hilang, tidak sedikit
nyawa anak manusia yang hilang tersia-sia.
Kalau beliau
r.a memperlakukan harta rakyat seolah olah itu harta anak yatim yang setiap
pesernya harus dipertanggungjawabkan, saat ini bukan hanya sepeser harta, namun
gunung emas seperti di papua ‘hilang’ pun seolah hal yang biasa. Lebih dari 70%
sumber daya alam negeri ini, yang seharusnya adalah milik rakyat, justru
diberikan kepada asing. Tidak hanya sumber daya alam, roda perdaganganpun
sebagian besar juga dikuasai asing.
Tidak hanya
harta rakyat yang ‘hilang’, hutangpun turut bertumpuk atas nama rakyat. Akhir
Juli 2015 lalu total utang Pemerintah mencapai Rp 2.911,41 triliun, di 2016
untuk pembayaran bunganya saja direncanakan Rp 183,429 triliun.
Disamping
itu, harta untuk kesejahteraan rakyat, yang sebagian besar adalah hasil
memungut pajak dari rakyat, pun dikurangi, pada APBNP 2015 anggaran subsidi
turun drastis sebesar 60%, turun Rp 203,99 triliun.
Sungguh,
semua ini menunjukkan bahwa negeri yang kaya raya ini telah salah kelola.
Masalah sekarang bukan masalah siapa pemimpinnya, namun masalah dengan apa dia
memimpin. Siapapun pemimpinnya, jika tidak berani mengubah aturan yang
bertentangan dengan aturan Allah swt, tidak berani membatalkan semua
kesepakatan yang dzalim niscaya tidak akan mampu menghilangkan berbagai
‘perampasan’ harta rakyat tersebut. Rasulullah saw bersabda:
وَمَا لَمْ
تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ
اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
… Dan tidaklah pemimpin-pemimpin mereka enggan
menjalankan hukum-hukum Allah dan mereka memilih-milih apa yang diturunkan
Allah (sebagian diambil, sebagian dibuang), kecuali Allah akan menjadikan
bencana di antara mereka.” (HR.
Ibnu Majah dengan sanad hasan).
EmoticonEmoticon